Pamekasan, Detikzone.net- Sejak kasus dugaan Kriminalisasi Polres Pamekasan terhadap Nenek Bahriyah (71) mencuat ke permukaan publik hingga viral, banyak pihak terkesan kebakaran jenggot. Bahkan tragisnya, media yang menguak fakta kebenaran justru jadi sasaran kritik lantaran dianggap salah.
Para Buzzer di aplikasi Tiktok-pun dikerahkan untuk menyalahkan dan mendiskreditkan. Seakan Nenek Bahriyah-lah yang salah.
Namun, adanya kemelut pro-kontra terkait kasus nenek Bahriyah (71) tidak lantas membuat nyali pencari keadilan ciut, namun justru bersemangat untuk menguak realita yang sebenar-benarnya.
Sebab, fakta yang terjadi, Nenek Bahriyah (71) dijadikan tersangka kasus dugaan pemalsuan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) pada tahun 2016 oleh Polres Pamekasan saat sidang perdatanya bergulir di Pengadilan Negeri setempat.
Fakta lain, sejak mendapat hibah dari orang tuanya, Nenek Lansia Bahriyah selalu membayar SPPT PBB-Nya hingga tahun 2015. Namun pada tahun 2016, tanah miliknya mendadak berubah nama menjadi Titik ( pelapor) hingga tahun 2019 tanpa izin maupun tanpa adanya peralihan, baik jual beli atau peralihan lainnya. Kemudian, pada tahun 2020 diganti nama lagi kepada Bahriyah selaku pemilik sah tanah.
Walau begitu, Nenek Bahriyah apes ditangan Polres Pamekasan dan tetap dijadikan tersangka atas laporan Sri Suhartatik istri anggota Polsek Pakong.
Anehnya, suami pelapor yang diketahui bernama Aipda Mohammad Erfan tersebut tidak tahu dasar penerbitan sertifikat atas nama H. Fatollah Anwar selaku mertuanya.
“Ini arsip yang saya terima dari BPN waktu itu pak Rudi. Kalau mau rekamannya saya punya. Saya ngomong keabsahannya semua saya rekam. Jadi saya mau ke Ombudsman mau kemana saya siap pak. Saya siapkan data-datanya, saya tidak mundur pak kalau urusan saya bener,” kata Aipda Mohammad Erfan dalam cuplikan video viral yang ada di meja Redaksi.
“Dengan dasar apa saya kurang paham. Intinya kaule nika olle deri oreng seppo. Jadi kita itu menerima aja,” tambahnya.
Berkenan dengan itu, Kapolres Pamekasan AKBP Jazuli Dani Irawan tanpa malu memastikan bahwa tim penyidik melakukan proses penyelidikan hingga penetapan tersangka sudah sesuai dengan prosedur hukum.
“Kami tidak serta merta menetapkan tersangka. Kami lakukan sesuai prosedur dan mekanisme yang berlaku,” katanya saat jumpa pers, Selasa (26/03/2024)
Tidak hanya itu, ia juga mempertegas, pada tahun 1999 tanah tersebut telah diperjual belikan tanpa menunjukkan bukti adanya akta jual beli.
Dugaan kriminalisasi terhadap Nenek Bahriyah dikuatkan oleh pernyataan Pengacara Ach. Supyadi, S.H., M.H.
“Saya tetap meneguhkan pernyataan bahwa Nenek Bahriyah diduga kuat jadi korban dugaan kriminalisasi oknum Polres Pamekasan. Nenek Bahriyah ditetapkan tersangka saat proses perdatanya berjalan di Pengadilan Negeri Pamekasan,” tegas Ach. Supyadi. Kamis, 18/04/2024.
Lawyer Single Fighter itu juga menyebut Kapolres Pamekasan diduga kuat memberikan keterangan Palsu saat menyatakan pada tahun 1999 tanah diperjual belikan.
“Kapolres Pamekasan menyampaikan secara tegas saat jumpa pers bahwa pada tahun 1999 tanah milik klien kami diperjual belikan padahal tidak pernah ada diperjual belikan. Jika pernyataannya benar mestinya ditunjukkan akta jual belinya dan bukti bukti adanya jual beli. Sampai saat ini kan tidak bisa dibuktikan,” sebutnya.
“Tanah milik klien kami jelas asal usulnya, datanya lengkap, baik dari later C-nya hingga warkah tanahnya dll. Sementara, tanah milik pelapor sampai saat ini tidak ditemukan Warkah-nya bahkan rujukan sertifikatnya menggunakan Letter C No. 2208 milik Bahriyah,” ucapnya.
“Kasus pidana tersangka Nenek Bahriyah ditangguhkan setelah adanya surat perintah dari Mabes Polri,” tambahnya.
Kendati demikian, masih ada pihak yang terkesan jadi pembela Polres Pamekasan dan pelapor hingga menyebut salah satu media yang intens mengawal kasus nenek Bahriyah (71) adalah media pembenci Institusi Polri.
“Adanya pro- kontra di setiap kasus itu wajar. Namun tidak boleh banyak pihak kebakaran jenggot. Apalagi menyudutkan dengan bahasa tuduhan. Biarkan saja publik yang menilai mana yang baik dan mana yang tidak. Karena jaman sekarang itu masyarakat tidak bisa dibodohi dengan isu-isu yang tidak bermutu,” kata praktisi Hukum dalam keterangan tertulisnya. Kamis, 18/04.
“Yang jelas, hal itu dilakukan dengan tujuan agar nama baik instansi kepolisian kembali harum dan mendapatkan kepercayaan masyarakat. Itupun juga mendapat dukungan dari petinggi Polri. Kalau dibilang media pembenci Instansi Polri saya pikir terkesan mengadu domba,” tukas A. Effendi S.H.
“Dan satu hal yang perlu diingat, berlian nilainya tidak akan rendah walaupun berlumuran kotoran. Jadi jangan pernah berkecil hati tetap bersemangat dalam mengungkap kebenaran,” tutupnya.