Kesehatan

Dinkes P2KB Sumenep Pastikan Kematian Bayi Tak Ada Kaitan Dengan Skrining Hipotiroid Kongenital

×

Dinkes P2KB Sumenep Pastikan Kematian Bayi Tak Ada Kaitan Dengan Skrining Hipotiroid Kongenital

Sebarkan artikel ini
20231214 225213 0000
Kepala Bidang SDK Dinkes P2KB Kabupaten Sumenep, Moh. Nur Insan (kiri) Kabid Kesmas Dinkes P2KB Sumenep Ellya Fardasah (tengah), Kasubag Kepegawaian Dinkes P2KB Sumenep, Hosaini (kanan)

Sumenep, Detikzone.net- Setelah sempat jadi polemik dan menghebohkan publik, Kemelut kasus kematian bayi yang diduga karena pengambilan sempel darah dan kelalaian dari pihak Puskesmas Batang-batang, Kabupaten Sumenep kini temui titik terang.

Dinkes P2KB Sumenep terpaksa mengambil alih tanggung jawab sebagai stakeholder terkait karena santernya tudingan miring seakan- akan pada saat mengambil sempel darah di tumit bayi untuk Skrining Hipotiroid Kongenital (SHK) di Puskesmas Batang-batang, tenaga Kesehatan bekerja tidak profesional bahkan dituding keji melakukan malpraktek.

Padahal, pengambilan sempel darah pada tumit bayi yang berobat ke Puskesmas Batang Batang  telah dilakukan secara profesional oleh tenaga kesehatan yang bertugas.

Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat (Kabid Kesmas) Dinkes P2KB Sumenep drg. Ellya Fardasah memastikan bahwa kematian bayi tidak ada hubungannya dengan Skrining Hipotiroid Kongenital (SHK).

Kepastian itu ditemukan setelah tim melakukan audit di Puskesmas Batang-batang dengan melibatkan beberapa unsur.

“Pemerintah Kabupaten Sumenep telah membentuk satuan petugas khusus independen yang diinisiasi Bupati melakukan audit dan penelusuran terkait kematian bayi tersebut,” ujar drg. Ellya Fardasah kepada sejumlah Wartawan saat jumpa pers di Aula Dinkes P2KB setempat. Kamis, 14/12/2023.

Kata dia, Tim Satuan Petugas Khusus independen yang dilibatkan terdiri dari 5 unsur profesi medis dan lintas sektor, yakni Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Sumenep, Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Sumenep, Persatuan Ahli Teknologi Laboratorium (PALTEKI) Sumenep, Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Sumenep dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Sumenep.

“Giat tersebut juga melibatkan Forpimcam, Kepala Desa, tokoh masyarakat dan tokoh agama, Civitas Akademi dari Universitas Wiraraja,” kata drg. Ellya Fardasah.

Bahkan, Dinkes P2KB Sumenep telah melakukan langkah nyata dengan menggelar Audit Maternal Perinatal di Puskesmas setempat serta melaksanakan koordinasi dengan Forkopimcam, dan Kepala Desa untuk silaturahmi dan klarifikasi mengenai penyebab kematian bayi tersebut.

“Dinkes P2KB Kabupaten Sumenep juga melakukan AMP bersama tim AMP Kabupaten Sumenep dan tim AMP Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur,” tutur drg. Ellya.

“IDAI, IDI, IBI, PPNI dan PALTEKI telah memberi kesimpulan bahwa pelaksanaan SHK yang dilakukan oleh tenaga kesehatan sudah sesuai SOP dan penyebab kematian bayi tersebut tidak ada hubungannya dengan pengambilan sample darah untuk pelaksanaan SHK,” imbuhnya.

FB IMG 1702197353237

Menurutnya, kasus bayi meninggal pada usia 6 hari tersebut saat dalam perjalanan dirujuk dari RSI Garam Kalianget ke RSUD Sampang.

“Kemudian dalam hal ini pihak keluarga menyalahkan pengambilan sampel darah SHK (Skreening hipotiroid kongenital) yang menyebabkan bayi sakit dan kemudian meninggal. Padahal pada kenyataannya, SHK merupakan Skrining yang dilakukan pada bayi baru lahir untuk mendeteksi apakah terjadi penurunan atau tidak berfungsinya kelenjar tiroid yang didapat sejak bayi baru lahir,” jelas drg. Ellya.

drg. Ellya juga menegaskan, Hipotiroid kongenital adalah keadaan menurun atau tidak berfungsinya kelenjar tiroid yang didapat sejak bayi baru lahir. Hal ini terjadi karena kelainan anatomi atau gangguan metabolisme pembentukan hormon tiroid atau defisiensi iodium. Kekurangan hormon tiroid pada bayi dan masa awal kehidupan, bisa mengakibatkan retardasi mental (keterbelakangan mental) dan hambatan pertumbuhan (pendek/stunting).

“Skrining Hipotiroid Kongenital ini dilaksanakan berdasarkan Permenkes no 78 Tahun 2014 tentang Skreening Hipotiroid kongenital, SE nomor 02.02/II/3398/2022 tentang kewajiban pelaksanaan SHK dan Kepmenkes HK 01-07 MENKES 1511-2023 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan SHK.,” tegasnya.

Untuk Kabupaten Sumenep pelaksanaan SHK sudah mulai per tanggal 1 September 2023. Sedangkan Teknik pengambilan sampel darah yang digunakan adalah melalui tumit bayi (heel prick).

“Teknik ini adalah cara yang sangat dianjurkan dan paling banyak dilakukan diseluruh dunia. Darah yang keluar diteteskan pada kertas saring khusus sampai bulatan kertas penuh terisi darah, kemudian setelah kering dikirim ke laboratorium SHK di RS dr Soetomo Surabaya,” ungkap Drg. Ellya

“Situasi di Kabupaten Sumenep
Sampai dengan bulan Oktober tahun 2023 ini jumlah lahir hidup sebanyak 12.068 bayi. Sampai saat ini bayi baru lahir yang sudah dilakukan pengambilan sampel darah untuk pelaksanaan SHK sebanyak 1078 bayi,” ulasnya.

Sementara, yang sudah dilakukan pemeriksaan laboratorium di RSUD dr. Soetomo Surabaya sebanyak 1024 bayi, dengan hasil negatif sebanyak 1023 bayi dan hasil TSH tinggi ada 1 bayi dan sekarang sudah dirujuk ke RSUD Dr. H MOH. Anwar Sumenep untuk pemeriksaan lebih lanjut.

“Sedangkan 1022 bayi sampai dengan saat ini hidup sehat dan tidak ada keluhan kecuali laporan dari Kecamatan Batang batang bayi meninggal 61 jam pasca dilakukan pengambilan sampel darah SHK,” ucapnya.

Sampai dengan bulan November tahun 2023 ini jumlah lahir hidup di wilayah Kecamatan X yakni 420 bayi. Jumlah bayi yang lahir hidup mulai bulan September sampai dengan November 2023 sebanyak 107 bayi.

“Untuk yang lahir normal di Puskesmas Batang-batang sebanyak 42 bayi, dimana 35 bayi diantaranya sudah di lakukan pengambilan sampel darah SHK. Dari 35 bayi yang dilakukan pengambilan sampel darah SHK ditemukan 1 bayi meninggal 61 jam pasca dilakukan pengambilan sampel darah SHK,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan