SUMENEP, Detikzone.net– Ketua Asosiasi Kepala Desa ( AKD ) Kabupaten Sumenep, Miskun Legiyono memberikan apresiasi yang setinggi tingginya terhadap Pemerintah Daerah yang berhasil menekan angka kemiskinan dibawah 20 persen.
“Itu membuktikan bahwa dibawah kepemimpinan Bupati Achmad Fauzi Wongsojudo ada peningkatan sektor perekonomian sehingga berdampak terhadap kesejahteraan masyarakat,” kata Miskun Legiyono kepada sejumlah media ini. Selasa, 14/11/2023, malam.
Menurut pria yang diinginkan masyarakat untuk mendampingi Bupati Achmad Fauzi Wongsojudo pada Pilkada 2024, keberhasilan Pemerintah Kabupaten Sumenep dalam menekan angka kemiskinan tentu berkat kerja keras seluruh pihak. Termasuk sejumlah organisasi Perangkat Daerah.
“Yang jelas, angka kemiskinan tersebut tidak akan turun tanpa kerja keras dan keseriusan seluruh pihak untuk menyukseskan program Bupati dalam mengentaskan kemiskinan,” jelasnya.
Oleh karenanya, Miskun Legiyono berharap, program Pemerintah Daerah kedepan lebih ditingkatkan lagi untuk membangun sektor perekonomian demi kesejahteraan masyarakat.
“Kedepan, Pemkab Sumenep harus lebih fokus membangun kesejahteraan masyarakat, salah satunya dengan membuka lahan pekerjaaan, meningkatkan peran UMKM serta gencar menggelar pasar murah,” tukasnya.
Selain itu, Miskun Legiyono juga meminta seluruh Kades dan aparatur desa untuk saling bahu membahu menggali dan meningkatkan potensi desa melalui desa wisata. Sebab, hal itu akan berdampak terhadap perekonomian masyarakat melalui UMKM.
“Setiap desa wisata tentu melibatkan UMKM dan bisa dimanfaatkan oleh masyarakat setempat untuk mendongkrak perekonomian,” pungkasnya.
Sekedar diketahui, Kepala BPS Kabupaten Sumenep, Ribut Hadi Chandra mengatakan, angka kemiskinan itu diketahui dari hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Modul Konsumsi dan Pengeluaran (Modul KP) periode Maret 2023.
“Hasilnya memang angka kemiskinan di Kabupaten Sumenep hasil Susenas periode Maret 2023, diketahui 18,70 persen,” kata Ribut Hadi Chandra.
Menurut Candra, untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kebutuhan dasar.
“Yang jelas, dengan pendekatan ini kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur menurut garis kemiskinan,” jelas Candra.
Ia lantas menegaskan, penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita perbulan di bawah garis kemiskinan.
“Metode ini dipakai BPS sejak 1998 supaya hasil penghitungan konsisten dan terbanding dari waktu ke waktu,” tandasnya.