SURABAYA – Lagi pihak korban kasus merek, Nadia Dwi Kristanto, melalui kuasa hukumnya advokat Utcok Jimmi Lamhot,SH menyampaikan kekecewaannya, setelah menunggu lamanya persidangan terdakwa Ivan Kristanto yang sedianya akan digelar di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Namun justru mendapat informasi sidang ditunda.
“Tidak ada penundaan dalam persidangan, jadi membuat klien kami sebagai korban merasa seperti penegakkan hukum tidak ditegakkan,”kata pengacara Utcok dihadapan wartawan didampingi tim dan korban, saat didepan ruang sidang sari 3, Senin (6/11).
Kembali, Jimmi Lamhot menegaskan kalau penundaan sidang harus resmi, terdakwa harus datang.
“Harus resmi, Penundaan sidang itu harus resmi baik jaksannya, hakimnya, maupun terdakwa harus datang, Itu realitanya karena itu aturan hukumnya dari kitab undang-undang hukum acara pidananya,”tandasnya mengungkapkan jika tidak melihat terdakwa datang meski status tidak ditahan.
Tak lupa juga kuasa hukum korban menyesali atas tuntutan Jaksa Penuntut Umum, Farida Hariani dari Kejaksaan Tinggi Jatim, Yang menilai jika tuntutan terhadap terdakwa dianggap sangat ringan yakni hanya selama 4 bulan, Padahal menurut korban jika Pasal 197 UU RI No. 36 Tahun 2009 ancamannya maksimal 15 Tahun.
“Ini masalahnya, dihukum tuntut 4 bulan ini yang sungguh tidak masuk akal, karena di pasal 197 itu kan ada maksimalnya tapi tidak ada minimum hanya saja ini dituntut 4 bulan ini yang membuat pelapor atau korban ini menjadi sungguh-sungguh keadilan penegakkan hukum tidak sesuai, Kami berharap hakim dapat memutus lebih adil,”harapnya.
Sementara terpisah, Farida Hariani selaku penuntut umum saat dikonfirmasi, melalui nomor whatsapp nya terkait sidang agenda putusan yang batal digelar, mengatakan ditunda karena hakim cuti.
“Sidang tidak JD digelar karena hakimnya cuti selama 2 Minggu,”responnya.
Sebagai informasi, Ivan Kristianto dilaporkan adik kandungnya sendiri, Nadia Dwi Kristanto ke polisi, usai tak terima merek dan penjualan essentials oil miliknya dijual Ivan Kristanto tanpa seizinnya.
Penjualan dilakukan Ivan Kristanto setelah keduanya memutuskan pecah kongsi dan tidak tinggal bersama di ruko yang bersandingan dan berbisnis bersama.
Namun, lambat laun kesepakatan tersebut dinilai tak sesuai. Ia merasa semakin merugi lantaran tak diberi keuntungan sepeser pun dari hasil penjualan produk, dan merk yang diklaim sebagai resep pribadinya dan dibuat secara otodidak dijual tanpa ijin Nadia.