Bawean, Detikzone.net- Sedikit perlu diuraikam tentang pelafalan akronim dari TALO sebagai Tale Olo itu sendiri.
Pada kata Tale, fonem {e} hendaknya dibunyikan sebagai fenem taling seperti bunyi fonem {e} pada kata “nenek”. Makna “Tale” adalah pengikat yang bersinonim dengan kata “tali” sebagai pengikat kepada (baca, Bawean:olo).
Kepala merupakan salah satu anggota tubuh yang sangat terhormat sehingga sebagian simbol-simbol kehormatan posisinya di atas kepala. Pola pikir dan nalar suatu bangsa terwakili oleh otak yang juga ada di dalam kepala.
Talo merupakan salah satu identitas yang terbuat dari kain batik (karya Pesantren Penaber) bermotif khas alam dan budaya Bawean. Identitas ini menyimpan beberapa simbol yang mengandung berbagai makna filosofis sebagai prinsip dan pandangan hidup yang tetap harus di ingat sebagai pegangan.
Talo atau ikat kepala secara simbolik mengandung arti bahwa beberapa pemikiran kita harus diikat dengan aturan- aturan agama dan aturan adat agar tidak liar tanpa batas.
Talo terdiri dari dua bentuk yaitu Talo yang menjadi pakaian sehari-hari dan Talo khusus para pendekar di saat masuk gelanggang. Dalam Talo ada dua sudut (baca:Bawean: bhuco) yakni yang satu menunjuk tegak ke atas yang berarti ke Esaan Allah. Pucuk Talo setinggi 17 cm sebagai sudut atau bhuco bermakna 17 rakaat. Bhuco yang kedua posisi ada di depan dengan menunduk ke bawah.
Hal ini menandakan betapa kita harus tunduk kepada yang maha Esa dan harus selalu menundukkan kepala sebagai wujud penghormatan kepada sesama hamba.Pada ukuran 13 cm bhuco kedua bermakna 13 rukun salat.
Didalam Talo ada gambar motif berupa tanduk rusa, bunga sentigi, motif alam, dan budaya merupakan simbol kesadaran kita untuk tetap melestarikan lingkungan alam sekitar, termasuk flora dan fauna.
Di bagian belakang kepala Talo diikatkan dengan tiga lilitan bermakna tiga rukun agama yaitu Islam, Iman, dan ihsan.
Warna dasar hitam pada talo mengandung ajaran bahwa kita harus selalu mengosongkan hati dan fikiran dari sifat-sifat radzail dan sifat-sifat kebendaan.
Motif batik berwarna kuning mengandung filosofi tentang sebuah optimisme, kesejahteraan, dan juga kewibawaan serta kebijaksanaan
Dua ujung ikatan Talo posisi kanan menunjuk ke atas posisi kiri menunjuk ke bawah menyatakan bahwa tangan di atas lebih baik dari tangan di bawah.
Pengasuh pesantren Penaber bawean, Kiyai Mustafa (kiai alam) dengan harapan butuh keterlibatan para tokoh untuk memperkenalkan tradisi dan budaya lokal kepada para generasi penerus.
“Agar generasi kita tidak kehilangan identitas dan karakter aslinya,” tandasnya.
Budayawan Bawean, Sugriyanto merasa Kagum dan membuat pikirannya terperangah tatkala putra daerah dari kalangan kiai muda terus berkreasi.
“Kita tahu bahwa ide atau gagasan dalam membuat karya berupa TALO atau Tale Olo bukan semudah mengedipkan mata melainkan sebuah inspirasi atau ilham yang datangnya terkadang tak disangka-sangka,” terangnya.
“Perlu diingat bahwa alam ide itu merupakan alam tertinggi sebagai alam ilahi sebagai dasar utama adanya sesuatu di alam non metafisik ini,” sambungnya.
Kreator dari Talo ini patut mendapat apresiasi setinggi-tingginya.